Palu,Rotari.id – Proyek penanggulangan bencana banjir dan sedimentasi di daerah relokasi Tondo Duyu (Flood and Sediment Disaster Countermeasures in Relocation Areas in Tondo, Duyu)  yang  menghadapi kontroversi setelah terungkap bahwa pekerja tidak mematuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang berlaku. Temuan ini menimbulkan kekhawatiran mengenai risiko yang dihadapi oleh para pekerja serta potensi dampak terhadap keselamatan mereka.

Isu mengenai pelanggaran standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di proyek penanggulangan bencana banjir dan sedimentasi di daerah relokasi Tondo Duyu memicu tanggapan dari berbagai pemerhati K3. Mereka menyoroti kekhawatiran serius terkait keselamatan para pekerja yang terlibat dalam proyek besar yang sumber pendanaannya oleh Loan JICA  (Japan International Cooperation Agency) dan konstruksinya dilaksanakan oleh PT Selaras Mandiri Sejahtera dengan nilai kontrak Rp 73.530 Milyar ini.

Investigasi media ini Minggu,(4/8/2024) menunjukkan bahwa beberapa aspek penting dari standar K3, seperti penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sesuai, pelatihan keselamatan, dan penerapan prosedur darurat, tidak diterapkan dengan benar di lokasi proyek. Beberapa pekerja terlihat tidak menggunakan helm pelindung, masker, atau pelindung lainnya yang diperlukan untuk melindungi diri mereka dari risiko konstruksi yang ada, seperti debu dan bahan kimia.

Selain itu  di area kerja juga terlihat  tidak dilengkapi dengan tanda-tanda peringatan yang memadai atau perlengkapan keselamatan darurat. Padahal keamanan tempat kerja yang memadai sangat penting dalam proyek konstruksi besar seperti ini, dan pelanggaran terhadap standar K3 dapat meningkatkan risiko kecelakaan serta masalah kesehatan bagi para pekerja.

Temuan bahwa banyak pekerja pada proyek yang diawasi langsung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dan pelatihan keselamatan yang memadai menimbulkan keprihatinan di kalangan pemerhati K3. Mereka menekankan pentingnya penerapan standar K3 yang ketat untuk melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja, serta mencegah potensi kecelakaan kerja.

Salah satu pemerhati K3 Sulawesi Tengah, Dr. Rina Pramesti, menyatakan, pelanggaran standar K3 di proyek ini sangat mengkhawatirkan. Alat pelindung diri seperti helm, masker, dan pelindung telinga harus digunakan setiap saat di area kerja, terutama dalam proyek konstruksi yang berisiko tinggi. Tanpa kepatuhan terhadap standar ini, risiko kecelakaan dan masalah kesehatan akan meningkat secara signifikan.”

“ Semestinya penting pelatihan keselamatan yang rutin dan prosedur darurat yang jelas. Pekerja harus diberikan pelatihan yang komprehensif mengenai cara menghadapi situasi darurat dan potensi bahaya. Selain itu, area kerja harus dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai dan tanda peringatan yang jelas untuk mencegah kecelakaan,”jelasnya Selasa,(6/8/2024).

Sementara itu pemerhati K3 lainnya, Arif Setiawan, menambahkan bahwa tanggung jawab untuk memastikan penerapan standar K3 tidak hanya terletak pada pekerja, tetapi juga pada pengelola proyek dan pihak berwenang.

“Lah sekelas PT SMS selaku pengelola proyek mestinya memperhatikan itu dan harus memastikan bahwa semua aspek K3 dipatuhi dan menyediakan lingkungan kerja yang aman. Pemerintah dan lembaga terkait juga perlu melakukan pengawasan yang ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi keselamatan.”tegasnya.

Sejumlah pekerja yang coba diwawancarai mengungkapkan kekhawatiran mereka terkait kondisi kerja yang tidak memadai.

” Kami sebenarnya takut juga pak dengan keselamatan bekerja,apalagi beberapa hari kemarin hujan deras dan  ada kiriman air dari atas yang menyebabkan banjir sampai di jalan poros tondo depannya Hino. Kalau komiu tanya pelatihan atau perlindungan yah tidak ada le.,” ujar salah seorang pekerja yang tidak mau menyebutkan namanya. (JoTelo)